Di dalam pewayangan purwa
Jawa, dikenal panakawan yang mengiringi raja atau ksatria ‘berkelakuan baik’
dan ada panakawan yang – di dalam cerita diposisikan – mengiringi raja atau
ksatria ‘berkelakuan buruk’. Di simpingan pakeliran ( jajaran wayang
kulit yang ditancapkan di sisi kanan dan kiri kelir / layar ) tokoh
‘berkelakuan baik’ diletakkan di sisi kanan layar, sedangan tokoh ‘berkelakuan
buruk’ diletakkan di sisi kiri layar. Baiklah, mari kita sebut saja ada
panakawan ‘kanan’ dan panakawan ‘kiri’.
Panakawan tidak dikenal di
pewayangan India. Panakawan merupakan tokoh ciptaan kaum Jawa yang kemudian
dicangkokkan ke pewayangan. Tidak diketahui pasti siapa empu atau pujangga yang
menciptakan panakawan, jadi bisa disebut panakawan adalah kreasi kaum Jawa
berjamaah. Hasil resultan kolektif karya kreatif kaum Jawa.
Ada tidak hanya satu versi
cerita mengenai kelahiran panakawan, semuanya berbau ‘mistik’ Jawa. Gubahan
cerita kehadiran panakawan berada di semua era lakon wayang, mulai dari era
Arjunasasrabahu sampai era Parikesit, bahkan masih muncul di Wayang Madya –
cerita wayang sesudah lakon era Parikesit. Namun tidak jelas diketahui kapan
dan bagaimana kematian panakawan. Rasanya, pesan para leluhur Jawa pada gubahan
cerita kehadiran panakawan sepanjang era wayang adalah pamomong sebagai
pengawal ‘kehidupan baik’ harus hadir di sepanjang masa selama masih ada
kehidupan manusia.
( Saya jadi ingat juga tokoh
wayang kera putih Anoman. Di pewayangan Jawa, Anoman yang sakti tidak hanya
hidup di era Ramayana, dia masih ada di gubahan lakon era Mahabarata. Bagi kaum
Jawa, alasannya adalah Anoman bertugas mengawal ‘kehidupan baik’ . Catatan lain
: Anoman adalah salah satu kadang Bayu – tokoh yang diberkahi dan
dilindungi oleh Bathara Bayu – dewa Angin. )
Panakawan sebetulnya adalah
pribadi yang unggul dalam ilmu, kesaktian, ber wawasan luas, mumpuni
dalam masalah kehidupan serta bijaksana. Sampai suatu ketika mereka membuat
keputusan untuk keluar dari hal-hal yang bersifat keduniawian , harta kekayaan
dan pangkat. Mereka memilih hidup sederhana sebagai orang kebanyakan, namun
tetap dengan kehidupan sehat senang sejahtera mulia.
Sosok panakawan kental
diselubungi falsafah hidup orang Jawa. Banyak perwujudan anggauta badannya yang
tidak sewajarnya orang , namun dibalik itu kaum Jawa menitipkan pesan falsafah
dan nasehat moral. Kira-kira pesan moralnya : Carilah makna-makna di
balik segala sesuatu. Janganlah hanya terpesona keindahan wujud wadag.
Manusia selayaknya belajarmembaca bahasa lambang. Dibalik wujud luar yang
kelihatan kurang atau tidak sempurna, tersimpan beragam rahasia kehidupan.
Punakawan ‘kanan’.
Panakawan, di dalam pewayangan
Jawa, berperan tidak hanya sekedar abdi /pelayan, melainkan pamomong (
dalam bahasa Indonesia, mungkin padanan yang mendekati adalah pengasuh total ).
Mereka – meskipun memiliki wawasan, ilmu dan kesaktian yang tinggi – tidak mau
menyejajarkan diri dengan yang dimong /diasuh, yang di dalam pewyangan
disebut bendara. Mereka menempatkan diri sebagai ‘orang kebanyakan’ /
orang biasa yang karena tugasnya senantiasa tut wuri dalam perjalanan
hidup, perkembangan jiwa raga bendara nya. Memberi pendapat, nasehat,
wawasan ketika ditanya maupun – dengan meminta ijin dahulu – ketika tidak
ditanya. Juga menghibur di kala duka. Selalu mengingatkan ketika bendara
khilaf atau melakukan kesalahan.
Dan kadang kala terjun
langsung berkiprah membela bendara nya di kala hal itu memang
sangat diperlukan ; hal ini jarang terjadi karena pamomong selalu
mengutamakan mendorong, membesarkan hati serta menyemangati agar sang bendara
mandiri dan mampu mengatasi masalah mereka sendiri.
( Pada suatu saat, ketika
terjadi penyimpangan ‘kehidupan baik’ yang keterlaluan, jika terpaksa,
panakawan menunjukkan kesaktiannya mengalahkan segala sesuatu penyebab
penyimpangan sehingga kehidupan kembali ke jalan yang baik. Tidak peduli yang
melakukan penyimpangan dewa sekalipun. )
Panakawan ‘kanan’ ada empat
orang. Yaitu Semar, sang ayah , dan tiga orang anak nya Gareng, Petruk dan
Bagong. Ada versi yang menceritakan bahwa Bagong sebenarnya adalah bayangan
Semar yang kemudian diwujudkan jadi bangsa manusia sebagai anak nomor tiga.
Ada semacam panakawan wanita
yaitu Cangik, sang ibu dan anaknya Limbuk ; yang diceritakan mengiringi para
ratu atau putri.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar