Rabu, 11 Desember 2013

Panakawan Tokoh Wayang Purwa Jawa

Di dalam pewayangan purwa Jawa, dikenal panakawan yang mengiringi raja atau ksatria ‘berkelakuan baik’ dan ada panakawan yang – di dalam cerita diposisikan – mengiringi raja atau ksatria ‘berkelakuan buruk’. Di simpingan pakeliran ( jajaran wayang kulit yang ditancapkan di sisi kanan dan kiri kelir / layar ) tokoh ‘berkelakuan baik’ diletakkan di sisi kanan layar, sedangan  tokoh ‘berkelakuan buruk’ diletakkan di sisi kiri layar. Baiklah, mari kita sebut saja ada panakawan ‘kanan’ dan panakawan ‘kiri’.
Panakawan tidak dikenal di pewayangan India. Panakawan merupakan tokoh ciptaan kaum Jawa yang kemudian dicangkokkan ke pewayangan. Tidak diketahui pasti siapa empu atau pujangga yang menciptakan panakawan, jadi bisa disebut panakawan adalah kreasi kaum Jawa berjamaah. Hasil resultan kolektif karya kreatif kaum Jawa.
Ada tidak hanya satu versi cerita mengenai kelahiran panakawan, semuanya berbau ‘mistik’ Jawa. Gubahan cerita kehadiran panakawan berada di semua era lakon wayang, mulai dari era Arjunasasrabahu sampai era Parikesit, bahkan masih muncul di Wayang Madya – cerita wayang sesudah lakon era Parikesit. Namun tidak jelas diketahui kapan dan bagaimana kematian panakawan. Rasanya, pesan para leluhur Jawa pada gubahan cerita kehadiran panakawan sepanjang era wayang adalah pamomong sebagai pengawal ‘kehidupan baik’ harus hadir di sepanjang masa selama masih ada kehidupan manusia.
( Saya jadi ingat juga tokoh wayang kera putih Anoman. Di pewayangan Jawa, Anoman yang sakti tidak hanya hidup di era Ramayana, dia masih ada di gubahan lakon era Mahabarata. Bagi kaum Jawa, alasannya adalah Anoman bertugas mengawal ‘kehidupan baik’ . Catatan lain : Anoman adalah salah satu kadang Bayu – tokoh yang diberkahi dan dilindungi oleh Bathara Bayu – dewa Angin. )
Panakawan sebetulnya adalah pribadi  yang unggul dalam ilmu, kesaktian, ber wawasan luas, mumpuni dalam masalah kehidupan serta bijaksana. Sampai suatu ketika mereka membuat keputusan untuk keluar dari hal-hal yang bersifat keduniawian , harta kekayaan dan pangkat. Mereka memilih hidup sederhana sebagai orang kebanyakan, namun tetap dengan kehidupan sehat senang sejahtera mulia.
Sosok panakawan kental diselubungi falsafah hidup orang Jawa. Banyak perwujudan anggauta badannya yang tidak sewajarnya orang , namun dibalik itu kaum Jawa menitipkan pesan falsafah dan nasehat moral. Kira-kira pesan moralnya :  Carilah makna-makna di balik segala sesuatu. Janganlah hanya terpesona keindahan wujud wadag. Manusia selayaknya belajarmembaca bahasa lambang. Dibalik wujud luar yang kelihatan kurang atau tidak sempurna, tersimpan beragam rahasia kehidupan.
.http://tokohwayangpurwa.files.wordpress.com/2012/08/panakawan-wrn-coklat.jpg?w=652

Punakawan ‘kanan’.
Panakawan, di dalam pewayangan Jawa,  berperan tidak hanya sekedar abdi /pelayan, melainkan pamomong ( dalam bahasa Indonesia, mungkin padanan yang mendekati adalah pengasuh total ). Mereka – meskipun memiliki wawasan, ilmu dan kesaktian yang tinggi – tidak mau menyejajarkan diri dengan yang dimong /diasuh, yang di dalam pewyangan disebut bendara. Mereka menempatkan diri sebagai ‘orang kebanyakan’ / orang biasa yang karena tugasnya senantiasa tut wuri dalam perjalanan hidup, perkembangan jiwa raga bendara nya. Memberi pendapat, nasehat, wawasan ketika ditanya maupun – dengan meminta ijin dahulu – ketika tidak ditanya. Juga menghibur di kala duka. Selalu mengingatkan ketika bendara khilaf atau melakukan kesalahan.
Dan kadang kala terjun langsung berkiprah membela bendara nya di kala hal itu memang sangat diperlukan ; hal ini jarang terjadi karena pamomong selalu mengutamakan mendorong, membesarkan hati serta menyemangati agar sang bendara mandiri dan mampu mengatasi masalah mereka sendiri.
( Pada suatu saat, ketika terjadi penyimpangan ‘kehidupan baik’ yang keterlaluan, jika terpaksa, panakawan menunjukkan kesaktiannya mengalahkan segala sesuatu penyebab penyimpangan sehingga kehidupan kembali ke jalan yang baik. Tidak peduli yang melakukan penyimpangan dewa sekalipun. )
Panakawan ‘kanan’ ada empat orang. Yaitu Semar, sang ayah , dan tiga orang anak nya Gareng, Petruk dan Bagong. Ada versi yang menceritakan bahwa Bagong sebenarnya adalah bayangan Semar yang kemudian diwujudkan jadi bangsa manusia sebagai anak nomor tiga.
Ada semacam panakawan wanita yaitu Cangik, sang ibu dan anaknya Limbuk ; yang diceritakan mengiringi para ratu atau putri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar