Kamis, 12 Desember 2013

sejarah aksara jawa

Sejarah

Aksara Jawa sedang diajarkan pada sekolah periode kolonial.
Tulisan Jawa dan Bali adalah perkembangan modern aksara Kawi, salah satu turunan aksara Brahmi yang berkembang di Jawa. Pada masa periode Hindu-Buddha, aksara tersebut terutama digunakan dalam literatur keagamaan dan terjemahan Sansekerta yang biasa ditulis dalam naskah daun lontar.[2] Selama periode Hindu-Buddha, bentuk aksara Kawi berangsur-angsur menjadi lebih Jawa, namun dengan ortografi yang tetap. Pada abad 17, tulisan tersebut telah berkembang menjadi bentuk modernnya dan dikenal sebagai Carakan[5] atau hanacaraka berdasarkan lima huruf pertamanya.
Carakan terutama digunakan oleh penulis dalam lingkungan kraton kerajaan-kerajaan seperti Surakarta dan Yogyakarta untuk menulis naskah berbagai subjek, diantaranya cerita-cerita (serat), catatan sejarah (babad), tembang kuno (kakawin), atau ramalan (primbon). Subjek yang populer akan berkali-kali ditulis ulang.[6] Naskah umum dihias dan jarang ada yang benar-benar polos. Hiasan dapat berupa tanda baca yang sedikit dilebih-lebihkan atau pigura halaman (disebut wadana) yang rumit dan kaya warna.

Pada tahun 1926, sebuah lokakarya di Sriwedari, Surakarta menghasilkan Wewaton Sriwedari (Ketetapan Sriwedari), yang merupakan landasan awal standarisasi ortografi aksara Jawa.[7] Setelah kemerdekaan Indonesia, banyak panduan mengenai aturan dan ortografi baku aksara Jawa yang dipublikasikan, diantaranya Patokan Panoelise Temboeng Djawa oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan pada 1946,[7] dan sejumlah panduan yang dibuat oleh Kongres Bahasa Jawa (KBJ) antara 1991 sampai 2006.[8][9] KBJ juga berperan dalam implementasi aksara Jawa di Unicode.
Namun dari itu, penggunaan aksara Jawa telah menurun sejak ortografi Jawa berbasis huruf latin ditemukan pada 1926,[1] dan sekarang lebih umum menggunakan huruf latin untuk menulsi bahasa Jawa. Hanya beberapa majalah dan koran yang masih mencetak dalam aksara Jawa, seperti Jaka Lodhang. Aksara Jawa masih diajarkan sebagai muatan lokal pada sekolah dasar dan sekolah menengah di provinsi yang berbahasa Jawa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar